Monday, January 14, 2008

Mie: Makanan Semua Bangsa

Penampilannya bikin perut tambah laper, pingin buru-buru makan. Apalagi suasananya jowo banget, berhubung namanya "mie jawa", Gunung Kidul banget lah pokoknya. Musiknya juga nggak kalah ndayu-ndayu, gendingan semalam suntuk mirip orang mau kawinan, jelas banget bikin orang yang abis makan ngantuk nya tambah parah. Siang itu lengkap sudah, ngerjain tugas sambil makan dan ditemani dua perempuan cantik.

Tapi apa nyana, setelah makan dan hahahihi. Di perjalanan pulang ada perasaan nggak beres ma badan ini, kok lemes banget kayaknya. Perut detik per detik makin kacau, seperti ada gemuruh badai dibarengi puting beliung...wahh sampe rumah yang terjadi "longsor" dengan suksesnya di kamar mandi...lima jam terlewati dan malah makin parah, kepala jadi pusing dan demam.

Akhirnya...diputuskan ke dokter. Kata dokter: "Mas kena infeksi usus nih, makan apa tadi?"
wooo...ini ni pak dokter tersangkanya:

Tuesday, January 1, 2008

Mengganti Tahun bersamanya

Sampai di bundaran HI kondisi jalan sudah sangat padat. Mobil dan motor saling berebut badan jalan, sementara orang-orang berjalan memenuhi hampir semua sisi trotoar.
Gelombang manusia ini menuju arah yang sama, Monas. Kontras dengan sisi arah sebaliknya, baik jalan Sudirman maupun Thamrin,lancar dan lengang. Waktu itu pukul 11 malam, 31 desember 2007.

Pergantian tahun hanya tinggal satu jam lagi. Dan melihat kondisi jalan yang padat merayap tak mungkin sampai di Monas tepat waktu. Pilihan yang mungkin adalah turun mendahului teman-teman dan berjalan kaki sambil mencari momen-momen menarik untuk ditangkap.

Sesampainya di halte busway depan sarinah, jam menunjukkan pukul 11.30. Sudahlah tak mungkin lagi ke Monas, lebih baik mangkal disini dan mengambil posisi yang enak. Sepertinya cukup enak di atas jembatan penyebarangan, selain bisa melihat ke arah Buderan HI juga ke arah sebaliknya.


Di Sarinah, suara dentuman musik yang di bawakan seorang DJ tak henti-hentinya meriuh semangat banyak orang yang berkerumun. Semua orang sepertinya tidak peduli dengan hujan yang terus mengguyur jakarta, basah tak menjadi alasan untuk tidak menyambut tahun 2008 dengan suka cita dan harapan-haran besar.

Setelah asyik mengambil gambar di sela-sela orang-orang yang lalu lalang dengan wajah sumringah tampak bahagia dan secara kebetulan di antara mereka ternyata teman-teman lama, detik-detik pergantian tahun di mulai.

Tepat pukul 00.01 , semua orang berteriak-teriak gembira bersamaan, meniup terompet sekencang-kencangnya, di barengi dentuman kembang api dari berbagai arah membahana di langit pecah di sela-sela gedung tinggi, langit mendung dan gelap malam itu tampak terang dan berwarna.

Tetapi, ada sesosok tubuh duduk di pintu lift busway yang tak terpakai, meringkuk menutup diri bersama gitarnya, membangun tembok yang membuatnya asing dari dunia di sekitarnya. Tiba-tiba semua berhenti, telinga terasa tuli, semua bergerak sangat lamban, mata tertegun.
Ia, sesosok tubuh itu, mengapa tidak menjadi bagian dari kegembiraan ini? mengapa kau seperti terlempar keluar dari hiruk-pikuk manusia-manusia yang bersorak-sorak penuh harapan di tahun 2008? Ataukah harapanmu pupus tepat sejak kau menginjakkan kakimu di kota ini?Ia, pengamen jalanan, membuatku malu di tahun baru...