Sunday, November 18, 2007

The crossroad


Persimpangan demi persimpangan
Pilihan dan pilihan


"pada akhirnya hanya seberapa banyak kebaikan yang kita buat dibanding keburukan yang kita lakukan"



sumber foto: www.nationalgeographic.com

Saturday, November 3, 2007

Kampung Halaman


Waktu itu hujan turun
Bulir-bulir air mengalir di sisi jendela yang licin
Mm....Sambutanmu indah sekali

Melihatmu kembali
Dalam perjalananku
Delapan belas tahun sudah kita tak bertemu
Kau makin cantik dan makin mempesona
Makin anggun dalam lekuk-lekuk tarianmu
Merdu dalam nyanyi dendang melayu
Teguh dalam tiap bait pantunmu

Kita terpisah begitu lama
Hingga aku gemetar mencium aromamu yang kukenal
Tanah yang menyimpan kulit ariku
Tanah yang melindungi ingatan-ingatan masa kecilku

Dan hujan menambah perjumpaan kita semakin haru

Pekan Baru, 31 Oktober 2007

Thursday, October 25, 2007

.- -.- ..- / -- . -. --. .- -.- ..- ..


-.- . .- -.. .- .- -. / .. -. .. / -- . -- -... .- -. - ..- -.- ..- / -- . -- -... ..- -. ..- .... -- ..-

Tuesday, October 23, 2007

Damai kami sepanjang hari

Bocah-bocah cilik ini tingkah polahnya lucu-lucu...


Foto di atas di ambil di Terminal Kampung Rambutan dalam suasana mudik H-1...Seorang anak yang kayaknya bingung dengan bawaannya yang banyak...mungkin dia juga pemudik...kenapa dia nggak nyewa porter aja ya? .:p






Yang ini lain lagi...anak seorang kerabat ini udah sadar kamera tampaknya..gayanya macem2..kalau bisa mungkin sampe guling2....:)

Masih bocah yang sama...tanpa rekayasa lho...entah perintah dari mana tapi hari itu si bocah rajin sekali, menyapu hampir semua halaman rumah, dan nggak peduli sama sekitarnya yang melongo memperhatikan dia. Di potret pun cool cool aja...serius banget sih.

Monday, October 8, 2007

Pulang


Tiada pengembara yang tak merindukan
sebuah rumah, bahkan jika rumahnya hanya ada
di balik iklan yang ia baca di perjalanan.

Tiada rumah yang tak merindukan seorang ibu

yang murah berkah, bahkan jika ibu tinggal ada
di bingkai foto yang mulai kusam.


Lebih baik punya ibu daripada punya rumah,
kata temanku yang rumahnya konon baru enam

sementara sosok ibunya belum juga ia temukan.

Ya lebih baik punya keduanya, kata saya,

dan entah mengapa airmatanya leleh perlahan.


Oleh: Joko Pinurbo (Tiada, 2003)

Selamat mudik ke kampung halaman.....

Saturday, October 6, 2007

retro-kausalitas



Jumat tengah hari, terik dan panas, sangat gerah rasanya. Puasa pula. Tidak hanya itu, seorang ibu-ibu yang kebetulan teman kuliah ku dengan wajah kusut dan memelas memohon bantuan menyalakan mobilnya yang mogok. Ibu yang malang. Hmm...tapi buatku, inikah cobaan di tengah hari setelah "hari tidur nasionalku" gagal karena khutbah jumat kali ini sangat menarik.

Setelah berlagak seperti montir amatir yang grogi karena kurang paham mesin mobil akhirnya di saat yang tepat aku ambil kesimpulan masalahnya ada di aki. Kayaknya mesti didorong. Dengan mengerahkan bala bantuan kaum mahasiswa S1 yang entah kenapa hobinya main kartu remi mulu, akhirnya mobilnya berhasil aku nyalakan.

Sampai di rumah, segera cepat-cepat aku nyalakan acara TV yang bulan ini rating-nya sedang naik, Adzan Maghrib! Kenyang dengan sop buah aku segera meluncur ke Ibu Kota Jakarta lagi.

Di tengah perjalanan tiba-tiba khutbah yang disampaikan khotib jumat tadi menggangguku. Dalam ceramahnya itu dia menyampaikan beberapa hadist Nabi dan hadist Qudsi yang salah satunya berbunyi:

Barangsiapa mengerjakan qiyamullail (shalat malam) pada malam tersebut karena mengharap ridha-Ku, maka diampuni dosanya yang lampau atau yang akan datang.

Aku sengaja memberi tekanan pada kata-kata diampuni dosanya yang lampau atau yang akan datang karena menurutku ini menarik. Benarkah kalau kita melaksanakan apa yang disunahkan dalam hadis tersebut maka di masa yang akan datang dosa-dosa yang kita lakukan secara otomatis diampuni. Ibaratnya tabungan,
auto debet lah. Bukankah selama ini ada hukum sebab akibat yang jelas bahwa apa yang kita lakukan akan ada akibatnya di masa yang akan datang. Bukan sebaliknya, apa yang kita lakukan di masa yang akan datang, misalnya dosa, ganjarannya sudah kita rasakan sejak sekarang.

Ingatanku melayang-layang melewati ruang waktu menuju tahun2 awal di Jogja. Pernah ku baca sebuah teori, retro-causality. Teori yang berangkat dari teori fisika kuantum ini secara umum menjelaskan kalau segala sesuatu sebenarnya berlaku asas retro kausalitas. Kalau A bisa mengakibatkan B di masa yang akan datang, maka sebaliknya B di masa yang akan datang bisa mengakibatkan A di masa sekarang. Kalau sesuatu bisa berlaku ke depan, maka mestinya dia juga bisa berlaku kebelakang. Pemikiran inilah yang kemudian melahirkan ide-ide tentang
time travel.

Sejak membaca buku-buku David C. Korten aku memang sedikit tidak percaya dengan ilmu exacta yang newtonian. Aku lebih percaya relativitas Einstein dan teori kuantumnya. Jadi ketika membaca teori retro kausalitas aku segera terdoktrin bahwa segala sesuatu adalah relatif dan mungkin.

Mungkin konsep sederhana tentang teori retro kausalitas ini bisa kita perhatikan dalam ilmu hukum. Ada asas retroaktif, atau hukum yang berlaku surut. Kalau kejahatan dilakukan ketika hukumnya belum dibuat maka seseorang yang melakukan kejahatan itu dapat dituntut dg hukum yang baru itu. Tapi kebetulan sistem hukum kita tidak memakai asas ini meskipun dalam beberapa kasus seperti Perpu Penanganan Bom Bali yang nyata-nyata berlaku surut.


Pertanyaannya sekarang, jangan-jangan keadaan kita sekarang sebenarnya akibat dari tindakan-tindakan kita di masa yang akan datang yang belum kita lakukan. Kebahagiaan atau kesenangan yang kita rasakan sekarang mungkin karena di masa yang akan datang kita banyak berbuat baik, begitu pun sebaliknya. Jadi kemungkinan juga, gerah, dan panas yang aku rasakan di hari jumat itu adalah akibat aku kurang ikhlas menolong ibu itu...Maaf Bu ya?

Memang tak ada yang mustahil di dunia kalau sudah menyangkut kehendak Tuhan...

Tuesday, September 25, 2007

Visit Indonesia Year 2008: Cintaku di Way Kambas

Beberapa hari yang lalu saya secara tidak sengaja menonton sebuah tayangan siaran langsung di sebuah stasiun tv nasional. Tema acara yang dibawakan oleh kementrian kebudayaan dan pariwisata adalah "tahun kunjungan Indonesia 2008, atau Visit Indonesia Year 2008". Acaranya sebenarnya membosankan dan jauh sekali dari bayangan saya. Nah, malam ini tiba-tiba saya teringat sebuah film yang pada tahun 1990-an cukup terkenal, terutama buat masyarakat Lampung, judulnya "cintaku di way kambas". Dulu seingat saya, film ini diputar di kampung-kampung melalui layar tancap di Provinsi Lampung, karena baik lokasi syuting dan cerita dalam film tersebut mengangkat nama provinsi penghasil kopi tersebut.
cuplikan film "cintaku di way kambas" (wikipedia)

Film tersebut dibintangi oleh Ira Wibowo yang menceritakan dua orang wanita, Mega (Ira) dan Intan (Rini S. Bono), yang sedang mengikuti rally mobil. Memang di tahun 1980 dan 1990-an, provinsi Lampung merupakan tempat favorit rally mobil, banyak event2 rally diselenggarakan di sana menyusul banyaknya perkebunan kelapa sawit dan karet maupun tebu yang memiliki jalan2 tracking tanah. Di awal cerita, mobil kedua wanita tersebut di hadang oleh kawanan gajah liar yang sedang melintas. Dan kebetulan di daerah tersebut sedang marak perburuan gajah untuk diambil gadingnya. Mereka akhirnya ditolong oleh Jaro seorang pelatih gajah di TN Way Kambas. Film ini memang tidak lain ingin mempopulerkan kawasan sekolah gajah tersebut kepada masyarakat Indonesia, terutama dalam rangka meningkatkan kunjungan wisata ke daerah tersebut. Kawasan wisata dan pelatihan gajah ini mengalami kejayaannya pada medio 1990-an. Dan dulu seingat saya, logo Visit Indonesia Year 1991 kalau tidak salah menggunakan gambar gajah.


Lalu apa khabar Way Kambas sekarang?

Akhir bulan Maret 2007 yang lalu, saya dan dua orang rekan berkesempatan berkunjung ke TN Way Kambas. Namun tujuan utama kunjungan kami sebenarnya bukanlah tempat pelatihan gajahnya, melainkan kawasan hutan konservasi way kanan yang juga masuk ke dalam kawasan TN Way Kambas. Hanya bedanya, jika tempat pelatihan gajah dapat dikunjung oleh masyarakat umum setiap waktu, hutan konservasi way kanan hanya bisa dikunjungi oleh orang-orang yang telah memiliki ijin khusus dari Kepala TN Way Kambas.

Dalam tulisan kali ini saya mungkin hanya akan menceritakan bagaimana kondisi Way Kanan dan Way Kambas melalui gambar-gambar hasil jepretan seorang rekan perjalanan saya.
Gambar di atas adalah pintu gerbang TN Nasional Way Kambas yang berupa pertigaan, jika mengikuti jalan utama yang berbelok ke kanan menuju pusat pelatihan gajah, maka jika lurus kita akan memasuki kawasan hutan way kanan dengan terlebih dahulu melewati sebuah pos polisi hutan (jagawana) yang disebut "plang ijo".

Buat yang suka petualangan alam liar, atau yang ingin mencoba cara berwisata yang baru, way kanan bisa menjadi salah satu alternatif. Ketika kami berkunjung kesana kebetulan ada seorang investor asal Australia yang telah bekerjasama dengan pihak setempat untuk menjadikan way kanan sebagai obyek wisata alam liar. Kalau ingin penginapan yang sedikit nyaman, tidak jauh dari plang ijo ada sebuah homestay bernama "kalpataru" yang bertarif 100rb-ab rupiah per malam, bisa untuk berkelompok 4 orang.

Jika kita melanjutkan perjalanan dengan berkendara motor dari plang ijo, kita akan menyusuri jalan kecil selebar mobil, berpasir putih padat dan batu dengan sisi kanan kiri berupa hutan hujan tropis (bekas hutan produksi). Selama menyusuri jalan tersebut kami menemui beberapa satwa liar yang melintas, seperti ayam hutan, dan burung-burung. Beberapa plang peringatan dibuat karena seringnya satwa liar yang melintas. Jika kita beruntung, kita bisa berpapasan dengan babi hutan, gajah liar, badak liar, beruang madu, tapir, kera ekor panjang, atau bahkan harimau sumatera (kalau ini kita mesti naik kendaraan mobil paling tidak). Sayang sekali dalam perjalanan tersebut kami hanya berpapasan dengan beberapa jejak dan sisa kotoran gajah .
Sekitar setengah jam kemudian, terdapat pertigaan, ke kanan merupakan wilayah Sumatran Rhino Sunctuary (SRS) atau pusat suaka badak sumatra. Disana terdapat beberapa badak yang berusaha dikembangbiakkan mengingat semakin terancamnya badak sumatra dari kepunahan. Kami menyempatkan diri berkunjung ke srs namun sayang sekali tidak berkesempatan menyaksikan badak secara langsung karena beberapa badak masih dalam proses karantina, terutama badak "andalas" yang baru saja datang dari cincinnatti, AS. Andalas saat ini menjadi ikon dan selebritis di SRS. Badak yang baru saja puber tersebut diharapkan bisa menjadi pejantan tangguh menggantikan seniornya yang gagal menghasilkan keturunan. Secara keseluruhan kompleks suaka tersebut sangat lengkap, dengan peneliti hingga dokter hewan serta pekerja dan peralatan modern, bahkan terhubung dengan internet melalui jaringan satelit.

Setengah jam berikutnya sampailah kita di kompleks resor way kanan, berupa pondokan-pondokan dan pos polisi hutan. kompleks resor ini tepat berada di samping sebuah sungai.
foto di atas adalah rumah panggung tempat kami menginap. kami hanya menginap satu malam, dengan biaya mengganti solar untuk penerangan sebesar 100rb rupiah.
bapak-bapak polisi hutan di resor way kanan sangat ramah-ramah. bahkan mereka mengajak kami berpatroli selama tiga hari di hutan....:) ajakan yang membuat kami secara spontan langsung menolak...bkan karena takut, tapi memang karena kami tidak berencana untuk menginap lebih dari satu malam.Patroli dengan speed boat, mestinya lebih menarik.Bagi yang ingin menyusuri sungai menuju muara, atau ingin menyaksikan satwa-satwa seperti buaya muara dan burung-burung di kawasan sungai, kita bisa menyewa speed boat yang tersedia disana. Dengan 400rb-an kita bisa berpetualang menuju muara yang jaraknya sekitar 80 km atau 2 jam perjalanan...Kalau kita berkelompok mungkin biaya sebesar itu tak terasa bila dibandingkan dengan pengalaman yang saya yakin pasti mengasyikkan.
Namun, ada laternatif lain jika memang kita ingin berjalan santai direrimbunan hutan, tidak jauh dari kompleks terdapat jungle track, berupa jalan setapak yang telah di pasangi blok-blok semen untuk mempermudah pejalan kaki. Dengan ditemani seorang jagawana bersenjata lengkap kita bisa menemui beberapa flora dan fauna liar dan langka selama menyusuri jalan tersebut. Jungle track ini jarak tempuhnya hanya sekitar 1 jam, dan memutar kembali ke kompleks resor. Sempat di perjalanan kami berpapasan dengan babi hutan yang mungkin sedang berkubang. Cukup membuat sedikit ngeri, tetapi jangan kuatir karena ada bapak jagawana yang siap sedia menjaga kita.Hari berikutnya, ketika kami mengakhiri petualangan di kawasan konservasi way kanan, kami menyempatkan berkunjung ke kawasan pelatihan gajah yang jaraknya sekitar setengah jam perjalanan lagi dari gerbang masuk TN Way Kambas. Memasuki kompleks sekolah gajah, kami berpapasan dengan seekor gajah kecil yang lucu dan induknya. Sorot matanya nakal, dan sepertinya tipikal gajah yang usil. Kami memberi nama anak gajah yang lucu itu "bona", entah sebesar apa bona sekarang ya....
Sekolah gajah yang ada saat ini berbeda dengan di tahun 1990-an...menyedihkan. Dulu seingat saya meskipun hari biasa, bukan hari libur, kawasan ini tetap ramai. Baik oleh turis asing maupun domestik, atau bahkan para peniliti. Namun sekarang, jika kita memasuki kawasan ini, aura nya berbeda, sangat lesu dan tidak bergairah. Banyak hal mungkin jadi penyebabnya, mulai dari mismanagement, sampai kurangnya perhatian pemerintah. Masyarakat saat ini pun begitu, objek wisata lokal atau di dalam negeri kurang dimintai oleh masyarakat kita sendiri. Banyak yang lebih memilih berwisata ke luar negeri dan menghabiskan uangnya di negeri orang. Padahal banyak hal unik dan indah di negeri ini, bahkan terlalu banyak sehingga tidak mungkin kita bisa kunjungi semua seumur hidup kita.Oya, jika bepergian ke pulau sumatera terutama Lampung, jangan lupa kunjungi pantainya. Sisakan satu hari untuk menyusuri pantai barat provinsi lampung, dari ibu kota Bandar Lampung menuju Liwa melalui Kota Agung...Selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan pantai yang luar biasa indah, terutama bila memasuki Liwa. Pantai barat Lampung ini berhadapan langsung dengan samudera hindia. Meskipun dekat pantai udaranya sejuk karena berupa dataran tinggi. Silahkan klik blog tetangga ini yang berisi cerita petualagan mereka di kawasan pantai barat Lampung: http://yenceu.multiply.com/photos/album/135

Ayo jalan-jalan ke Lampung!



***semua hak cipta atas foto-foto di atas ada pada Indie (www.trulyjogja.com) kecuali cuplikan foto film "cintaku di way kambas".


Thursday, September 20, 2007

waktu, kali ini berjalan sangat lambat


Perjalanan dari Bandung ke Jakarta. Travel yang kutumpangi tujuan akhirnya adalah Sarinah, sebuah pusat perbelanjaan di pusat Jakarta. Tidak seperti biasanya aku melalui jalur ini, ada semacam kontrak yang harus kutandatangani di sebuah Lembaga NGO tepat di gedung seberang Sarinah.

Karena memesan cukup terlambat, terpaksa kuperoleh tempat duduk paling belakang. Namun aku sedikit beruntung, karena bangku disebelahku kosong, sementara di ujung sebelah kanan ada satu orang pria yang duduk manis lebih dulu ketika aku masuk.

Travel melaju dengan kencang di jalan Tol Cipularang Bandung-Jakarta yang lengang di tengah hari. Saat itu aku mengenakan celana pendek lapangan yang bisa berubah menjadi panjang jika diperlukan :p dan jaket outdoor favoritku, dan syukurlah AC tidak begitu dingin. Rencananya, sesampainya di Sarinah aku harus mencari toilet untuk menyaru sebagai layaknya pekerja jakarta, ber-safari.

Tengah hari dan berpuasa membuatku sedikit mengantuk. Setelah solat di kendaraan, aku berniat tidur, katanya tidurnya orang berpuasa ibadah, ah cocok sekali. Akan tetapi, ada yang aneh dengan pria disebelahku. Dari bahasa tubuhnya menunjukkan kalau dia memperhatikanku. Ada apa dengan mas ini, adakah yang aneh dengan ku? Bercelana pendek tampak kekanakankah? Ataukah karena solatku salah? Atau..jangan2 dia terkesima dengan lutut hitamku yang tak tertutupi sehelai benang pun...huehehehe....ah tidak, aku tak ingin berburuk sangka, biarpun pria ini penampilannya masuk ke dalam definisiku tentang manusia metroseksual dengan parfum yang menyebar kemana-mana, kulit putih bersih, pakaian rapi berkerah berpadu celana jeans dan sepatu kulit mengkilap, rambut hitam berminyak, serta hp nokia N-Series, aku harap dia bukan tipe "jeruk makan jeruk". Mungkin dia hanya ingin mengajak mengobrol.

Dan benar, dia rupanya melemparkan jurus pembuka yang usang..."turun di mana mas?"...Awal yang membuatku tak bisa mengelak. Obrolan pun mengalir. Makin jauh, makin aku menjangkau manusia satu ini, ada yang membuatku tak nyaman dengan pandangan matanya...:) Tiba-tiba aku ingin cepat-cepat sampai di Jakarta...

Sunday, September 16, 2007

Atap Bus (perjalanan ke Merbabu)

Hehehe....


Ini baru keren...:p

Thursday, September 13, 2007

My Life, My Adventure: Merbabu 2 (Habis)

Setelah cukup kenyang dan puas mengobrol macam-macam seputar Merbabu kami berdua kembali ke Base Camp Pak Narto tempat menitipkan tas sebelumnya. Kami disambut oleh seorang bapak-bapak yang menggendong anaknya. Ternyata Pak Narto yang dimaksud sudah tidak tinggal di rumah tersebut, yang ada kini adalah anak-anaknya. Pak Narto sendiri telah menetap di Kampar Riau, menyusul adiknya yang tampaknya telah sukses sebagai perantau disana. Aha, dunia memang selebar daun melinjo, Kampar khan tanah kelahiranku, dan jarak tempat Pak Narto ke kampung halamanku hanya bersebelahan kecamatan. Sungguh kebetulan.


Selanjutnya tepat pukul 5 sore kami bersiap mendaki. Rekan seperjalananku menitipkan laptop-nya di tempat Pak Narto (ciri masyarakat modern yang aneh, kemana-mana menenteng laptop yang gak penting untuk sebuah liburan).


Pelajaran 3: jangan membawa barang-barang yang tidak perlu dan membebankan

Di depan telah ada beberapa pendaki yang mulai berkumpul dan ada yang malah memasang dome karena baru berencana mulai mendaki malam nanti. Dan pendakian pun kami mulai.


Gunung Merbabu terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali-Jawa Tengah. Gunung Merbabu berasal dari kata “meru” yang berarti gunung dan “babu” yang berarti wanita. Jadi Merbabu mempunyai arti Gunung Wanita.

Gunung Merbabu mempunyai ketinggian 3142 meter diatas permukaan laut(mdpl) serta terdapat tiga buah puncak yakni puncak Antena atau Pasar Bubrah (2800m dpl), puncak Syarif(3119m dpl) dan puncak Kenteng Songo(3142m dpl). Merbabu memang mempunyai tantangan untuk didaki. Medan Gunung Merbabu terbuka dan berbukit-bukit.


Gunung Merbabu termasuk gunung yang tidak aktif karena t
ergolong gunungapi tua di pulau Jawa ini mempunyai lima buah kawah, yaitu: kawah Condrodimuko, kawah Kombang, kawah Kendang, kawah Rebab, dan kawah Sambernyowo.


Masyarakat disekitar Gunung Merbabu kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. Itu dapat dilihat karena hutan Gunung Merbabu menjadi ladang pertanian. Selain menjadi petani penduduk sekitar ada yang menjadi porter atau pemandu sebagai kerjaan sampingan karena hasil yang diperoleh lebih menguntungkan.

Sebenarnya bila kita ingin melakukan pendakian menuju ke puncak Gunung Merbabu terdapat tiga pilihan jalur, yaitu: jalur Kopeng, jalur Selo, dan jalur Wekas. Jalur Selo juga merupakan jalur pendakian menuju puncak Gunung Merapi. Biasanya banyak pendaki memulai pendakiannya dari jalur Kopeng dan turun melalui jalur Selo atau sebaliknya. Pendakian kali ini kami berdua memilih jalur Selo karena salah satu dari kami sebelumnya pernah melalui jalur Wekas.

Mulai Base Camp Pak Narto kita akan melalui setapak hutan pinus. Kemudian memasuki hutan sekunder. Pada dasarnya akan memutari sebuah gunung kecil yang berada di sebelah kanan dan lembah disebelah kiri kita. Jalurnya sendiri cukup jelas dan tidak terlalu curam hanya saja karena ini merupakan jalur lama sehingga mulai menjadi jalur air dan sedikit licin. Total waktu pendakian melalui jalur Selo ke puncak Kenteng Songo memakan waktu 6-7 jam dan turunnya 5 jam.

Setelah kira-kira 1 jam kami mulai memasuki tempat yang terbuka, Pos 1 telah terlewati. Akhirnya kami sampai di Pos 2 sekitar pukul 7 malam. Tidak ada tanda di Pos 2 ini, hanya berupa pelataran berbentuk bukit. Di tempat ini kami menemukan pendaki lain yang rupanya sedang beristirahat di bawah tenda bivak, mereka sangat lelap, dengkurannya terdengar keras. Kami memutuskan untuk bersitirahat dan membuka dome ditempat ini, mengambil posisi yang cantik tepat menghadap kearah kota Boyolali dan Solo, semua terlihat jelas, lampu-lampu kota. Langit pun rupanya menyambut kami dengan suka cita.

Seperti biasa, ngecamp begini paling asyik jika ngobrol sambil cengar cengir dan menikmati kopi, kacang dan camilan yang sudah siap. Setelah puas ngobrol kami bersiap untuk tidur dan berencana bangun jam 11 malam untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Hampir kami larut dalam mimipi tiba-tiba serombongan pedaki datang, ramai sekali. Tapi mereka hanya istirahat sebentar dan sayup-sayup suaranya hilang ditelan angin gunung. Dingin menusuk sekujur tubuh, kami pulas tertidur. Tepat pukul 11 malam kami terbangun, dan segera membereskan dome dan peralatan.

Tiga orang pendaki dari Solo ikut bergabung dengan kami. Dari Pos 2 ini jalur menjadi terjal dan licin. Selepas jalan setapak kami tiba sebuah dataran luas yang disebut Watu Tulis, karena di sini ada sebuah batu berukuran sangat besar. Kalau siang hari pemandangan di sini sangat indah. Memang di hadapan saya saat ini ada beberapa bukit membentang. Tapi disini sangat dingin, mungkin karena angin gunung turun perlahan dan berkumpul di lembah ini.


Minggu, 9 September 2007

Dari Watu Tulis, kami harus melewati dua bukit lagi, dan tinggi-tinggi..hehehe…kami mulai lelah. Ada plus minusnya juga berjalan malam. Kami hanya dipandu oleh sorot senter. Jalurnya tidak begitu terlihat, harus ekstra hati–hati. Tapi enaknya pandangan kita terbatas, tidak bisa melihat jauh sehingga pandangan hanya fokus ke jalur. Tidak mikir macam–macam. Beda dengan siang hari, tanjakan jauh di depan sudah kelihatan, tanjakan di depan mata masih panjang.


Sekitar jam 3 pagi kami semua akhirnya tiba di sebuah lapangan rumput kecil yang disebut Savana 1. Konon Edelweis Merbabu harumnya paling wangi. Di sini rekanku mulai kehilangan semangat untuk mencapai puncak. Tapi aku hasut terus, kapan lagi coba? Jarang ada kesempatan begini.


Akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Dua bukit terlewati dan kami tiba di Savana 2. Banyak Edelweiss di sini. Pilihan lain untuk nge-camp, tempatnya lumayan lapang dan tertutup. Tidak jauh berjalan dari tempat ini kembali semangat rekanku diuji. Dia memutuskan tetap di persimpangan bukit karena terlalu lelah. Dan memilih menjaga carrier-carrier kami. Aku dipersilahkan melanjutkan mencapai puncak yang sudah terlihat jelas.


Waktu itu jam 5 pagi. Ya sunrise !..Dari atas bukit Savana 2 fajar terlihat cantik luar biasa. Apalagi Mars sang bintang fajar dan Bulan masih tampak terlihat jelas di kaki langit selatan. Subhanallah memang bagus banget, Golden time buat motret.


Puncak memang sudah dekat, satu bukit lagi kawan…ayolah, kalau aku sampai di puncak nanti aku teriaki ya? “Ok deh, kamu bawa sekalian kameraku, takut aku nggak bisa sampe lagi”. Alhamdullilah jam 6 pagi saya tiba di puncak Gunung Merbabu. Dengan dua kamera saya abadikan semua momen yang bisa saya tangkap. Dan ketika menengok kearah bawah jalur pendakian puncak, tiba-tiba saya melihat rekan saya sudah tergopoh-gopoh, aha! Sudah dekat kawan, tinggal selangkah lagi! Ayo! Dan akhirnya dia berhasil…Kami tertawa girang…


Pelajaran 4: jangan mudah menyerah!


Total waktu pendakian melalui jalur Selo ini ke puncak Kenteng Songo memakan waktu 6-7 jam. Cuaca cerah, Merbabu secara keseluruhan sangat cantik.

Jam 9 pagi memutuskan kembali turun. Dan jam 2 siang kami sudah tiba di Base Camp. Disambut nasi telor ceplok dan teh panas, wahhh lezatnya tiada tara……..Perjalanan dilanjutkan lagi dengan bus, kembali ke Jogja. Perjalanan yang melelahkan tapi juga menyenangkan.


Alhamdulillah, terimakasih untuk semuanya Tuhan. Sampai berjumpa lagi di perjalanan berikutnya.


NB: album pendakian Merbabu bisa diklik disini


Wednesday, September 12, 2007

My Life, My Adventure: Merbabu 1

Semeru ku damba, puncak Merbabu ku gapai

Waktu luang amatlah mahal. Kami yang semula berhasrat sekali ingin mendaki Semeru, berubah menjadi Bromo, dan tiba-tiba berbelok ke Merbabu, ceritanya terlalu sederhana untuk dituliskan. Lebih mirip kata-kataku kepada seorang teman, "perjalanan yang tanpa tujuan" sepertinya kali ini menjadi kenyataan.


Sabtu, 8 September 2007

Setelah repacking dan mengecheck segala peralatan sejenak, kami kemudian menuju terminal Giwangan Jogja, ditemani dua orang teman yang semula ingin ikut namun membatalkannya secara tiba-tiba tepat ketika kami sampai di terminal. Tapi itu tdak masalah buatku dan teman seperjalananku yang setia, bagi kami berdua ini soal komitmen dan waktu yang mahal tadi. Sungguh, sangat sulit mencari waktu luang seperti ini di kemudian hari.


Dari Giwangan kami naik bus “sumber kencono” jurusan Surabaya yang terkenal garang di jalanan tepat pukul 09:00. Rencananya kami akan berhenti di Mojokerto. Tujuan akhir kami adalah Bromo. M
emasuki kota Klaten, tiba-tiba HP rekanku berdering. Entah apa yang mereka bicarakan tepatnya, tapi tampak aura tak enak menyelinap dari sela-sela kaca bus ini. Wajah rekanku mengerenyit sedih dan nelangsa.


“Eh, klo di Mojokerto ada warnet nggak ya?” spontan dia bertanya setelah menutup HP nya. “Mungkin ada sih, emang kenapa?” aku balik bertanya. “Aku lupa kalo masih ada kerjaan belum selesai, dan sore ini jam 5 deadline-nya, atau di Bromo ada hotspot?”. Benar kiranya, ada yang tidak beres “Wah mana aku tahu, tapi lebih baik kita pikir2 lagi, sudah yakinkah kita ke Bromo sekarang?”

Pelajaran 1: jangan membawa pekerjaan ketika berlibur

“Gimana kalau ke Merbabu? waktu kita nggak habis di jalan, aku bisa minta diundur besok pagi atau siang kerjaanku”. “Aku sih Ok aja, lagian Merbabu lebih baik ketimbang Bromo, Bromo bkn untuk mendaki, nggak ada tantangan, dan kebetulan aku sudah pernah kesana” jawabku. Dan dimulailah segala pertimbangan untuk merubah arah perjalanan, sampai-sampai kami ngelantur membicarakan teknik-teknik bernegosiasi dalam bisnis dan pekerjaan gaya Roger Dawson.


Terminal Klaten sudah terlewati beberapa ratus meter, dan tiket bus sudah terbayar 70rb. Tiba-tiba “ya sudah kita berhenti disini aja, kita ke Merbabu!”. “Damn! Aku suka, ini baru keren, kita emang petualang sejati!” teriakku. Akhirnya kami minta bus berhenti saat itu juga. Setelah bus berlalu, kami tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, menertawakan ketololan kami sendiri. Angin semilir di Klaten menerpa wajahku, sejuk.


Bertanya sejenak kepada seorang Bapak dan istrinya angkutan menuju terminal, kami kemudian bergegas meluncur ke terminal Klaten. Ongkosnya 5rb untuk dua orang.


Sesampainya di terminal Klaten kami diarahkan oleh seorang ibu-ibu penjaja makanan untuk naik sebuah bus kecil yang menuju ke Boyolali. Tak perlu menunggu lama, akhirnya bus yang ditunggu datang juga. Beruntunglah kami bisa berbahasa jawa, basa-basi sedikit, kernet pun kami korek keterangannya tentang jalur menuju Merbabu. Sang kernet ternyata lebih bocor dari yang ku kira, dia ngajak ngobrol terus, bisa-bisa nggak dapet penumpang nanti pikirku.

Pelajaran 2: pelajari bahasa lokal, akan seperti di rumah sendiri dan pasti banyak membantu


Mas kernet menurunkan kami di sebuah perempatan sebelum terminal Boyolali, ongkos yang harus kami bayar 12rb untuk dua orang. Menurutnya disitulah banyak bus-bus kearah Selo (kota kecil di antara Merapi dan Merbabu, tempat awal pendakian).


Setelah turun, perut terasa lapar. Sebuah bus sedang ngetem menunggu penumpang. Seorang laki-laki setengah baya menawari angkutan menuju pasar Cepogo, tempat transit sebelum Selo, ongkosnya 6rb. Katanya sekarang tidak ada bus yang langsung ke Selo. Berhubung kami sudah menahan lapar, dan dia mengiming-imingi warung makan di Pasar Cepogo berderet-deret banyaknya, kami terima saja ajakannya.


Jalanan terus menanjak. Aku pribadi benar-benar menikmati perjalanan ini. Menikmati begitu beragamnya orang-orang di dalam bus, bau, dan kotornya adalah warna warni. Tidak ada yang lebih indah dari melihat senyum-senyum ramah mereka. Meski berdesakan dengan anak sekolah, bu guru, orang tua, ibu-ibu tua pedagang, bapak dan anaknya, aku segera akrab dengan suasana ini. Yang ada hanya tawa dan senyum ceria semua orang. Pernahkah kita temui suasana ini di Busway Jakarta? Impiku, semoga waktu tak tertinggal jauh untukku menikmati suasana ini lebih lama lagi.


Pasar Cepogo, kami segera menuju sebuah warung makan. Namanya Warung Makan Ngangeni. Di warung ini kami segera memesan makanan dan numpang mencharge HP dan Batere Camera. Sambil menunggu makan siap, kami mencari peralatan yang kurang, terutama senter.

Setelah membayar makan siang, dan basa-basi berterima kasih sedikit. Kami menuju antrian bus yang ngetem. “Mas mau naik di atap nggak? Coba aja, aman kok” sang sopir menawarkan. “Wah perlu dicoba nih, kayaknya seru, OK Pak” aku langsung naik ke atap bus.


Ini pertama kalinya aku naik bus, di atap. Ada ngeri sedikit, apalagi jalan yang bakal kami lalui bkan jalan raya datar, tapi bergunung-gunung dan berkelok-kelok. Hahaha, bukankah ini yang kami cari. Dan terbukti ternyata mengasikkan. Apalagi melihat tiga orang anak sekolah yang juga naik di atap begitu berani turun dari tangga meski bus masih melaju. Aku langsung membayangkan, dulu waktu aku kecil aku juga tak takut apapun. Mengapa orang dewasa lebih takut dan cenderung mudah khawatir ya?


Setelah menikmati perjalanan yang mendebarkan dan pemandangan yang indah di kanan kiri jurang, kemudian sampailah kami di kawasan wisata Selo Pass. Kami berhenti di sebuah warung, milik Bu Menik yang ramah dan putrinya yang lucu setelah membayar ongkos 6rb. Di warung Bu Menik kami lengkapi logistik kami yang kurang. Bu Menik bercerita kalau banyak pendaki yang mampir ke warungnya, bahkan tengah malam ketika warungnya telah tutup kerap ia ditelpon oleh pendaki yang butuh logistik.

Setelah ngobrol beberapa menit, kami bermaksud melanjutkan perjalanan menuju Base Camp dengan berjalan kaki. Namun kami beristirahat sejenak di sebuah Masjid di samping Pos Polisi Selo tepat di seberang warung Bu Menik. Setelah Solat dan repacking. Kami langsung menuju Base Camp.

Berpapasan dengan orang-orang yang lewat, sungguh nyaman. Mereka ramah-ramah. Meskipun membawa beban mereka tetap menyapa dengan halus.

Tampak Merapi di selatan.

Dan sampailah kami di Base Camp Pak Narto. Rumah terakhir di ujung Desa. Tempat para pendaki beristirahat dan menyiapkan diri sebelum benar-benar memulai pendakian. Rupanya pemilik rumah tidak di tempat. Rekanku sudah mulai lapar lagi, mungkin karena udara dingin membuat kami mudah lapar. Akhirnya kami mencari warung lain, rumah pak Patman yang juga menjadi base camp rupanya menjual makanan, nasi dan telor ceplok plus kerupuk serta teh panas, cukup enak. Sambil ngobrol-ngobrol dengan Pak Patman tentang informasi mengenai pendakian Merbabu kami mulai kedinginan, matahari rupanya hampir tergelincir di barat.

Pantangan yang harus dipatuhi pada waktu mendaki :

Jangan Mengeluh

Hindari kata-kata kotor

Hindari perbuatan mesum

Jangan melamun

Jangan buang air besar atau kecil di daerah yang dikeramatkan

Jangan memakai pakaian warna merah dan hijau


NB: album pendakian Merbabu bisa diklik disini


Wednesday, August 29, 2007

Perbincangan II

saat itu, perbincangan kita alangkah tanpa batas
perbincangan yang kita pintal dulu
alangkah seumpama siswa-siswa yang bebas,
sungguh seperti siswa-siswa di kelas,
kelas-kelas dan siswa-siswa, dan kelas-kelas...#

benarkah itu engkau? ataukah kau tak sengaja menekan namaku di ponselmu? mungkin aku salah mengenali suaramu kali ini. tapi gugupmu aku tahu. pernah suatu masa dalam hidupku ada gugup yang sama. gugupmu menakzimiku akan kenangan kita dulu. ketika kita berpakaian putih abu-abu.

"oh tidak, aku hanya ingin menghubungi teman-teman lamaku". ya kita memang teman lama. lama sekali. hingga aku pun lupa suaramu. aku takzim. aku tahu kamu tak ingin memulai, aku pun begitu. kenangan itu terlalu manis dan pahit. hingga tak adil jika hanya kita ungkit yang manis.

cukuplah hati, saat itu kamulah yang memenuhi duniaku. tapi itulah yang membuatku tak bisa melakukan apa pun, kecuali membebaskanmu, meluaskan pandanganmu. dan kubiarkan pandanganmu berjalan pada lelaki lain di luarku. kubiarkan kamu bercerita tentang semuanya, tapi bukan tentang kita.

aku pernah membuatmu marah. ah, terlalu sering bahkan. ketika kamu cemas, aku seperti meringankan ketakutanmu. ketika kamu ingin berbagi, aku seperti berlari. ketika kamu menangis, aku malah memberi lelucon basi. ketika kamu menantangku, aku meminum minyak anginmu, sungguh tanpa batas bukan?

kita duduk berjajar, sehingga apapun yang aku lakukan kamu tahu. jawaban ujianku pun kamu tahu, bahkan nyaris sama denganmu. hasilnya, kampus kita pun sama kemudian. tapi sejak pecah tangis mu yang terakhir untukkku, duduk kita tak lagi berjajar. pelan-pelan, aku tak lagi mengenali suaramu. aku kehilangan garis edarmu, kau pun begitu.


"Eh iya, kamu ingat kita pernah tertidur di kelas? waktu itu kita ditertawai teman-teman". ah, aku ingat. dengan mengingatnya aku merasa, ada satu fase dalam hidupku yang demikian bermutu.

Monday, August 27, 2007

Perbincangan I

rimba, perbincangan kita dulu alangkah
tanpa batas, perbincangan yang kita pintal dulu
alangkah seumpama burung-burung yang bebas
sungguh seperti burung-burung di rimba, rimba
dan burung-burung, dan burung-burung...


sumber foto: heather taylor

Monday, August 20, 2007

Mars sebesar Bulan dari Bumi?

Beberapa kali saya mendapat pesan di YM dari beberapa teman, katanya begini:
"Dear all, Malam hari dengan 2 buah bulan. Jangan sampai terlewatkan kesempatan langka yang hanya terjadi dalam 2280 tahun sekali saja!!! Seluruh dunia menantikan planet Bumi kita mempunyai 2 buah bulan pada 27 Agustus 2007 nanti. Planet Mars akan terlihat sangat terang di langit mulai awal Agustus. Planet Mars akan terlihat sebesar bulan planet Bumi kita dengan mata telanjang saja. Dan puncaknya akan terlihat seperti bulan purnama (full moon) pada tanggal 27 Agustus jam 00.30 malam senin pagi dini hari, saat jarak Mars dengan Bumi kita hanya sekitar 34.65M miles. Jangan sampai terlewatkan untuk ‘menatap’ langit yang akan seperti memiliki 2 buah bulan, karena jarak terdekat seperti itu hanya akan terjadi lagi di tahun 2287 yang akan datang."

Mungkinkah? Pada awalnya saya tidak peduli dengan pesan2 tersebut, saya pikir hoax biasa. Karena memang setahu saya akan terjadi Gerhana Bulan pada tanggal 28 Agustus (lihat situs NASA n blognya Mas Artja), dan informasi tentang Mars ini hanya bumbu-bumbunya supaya orang tertarik. Saya bukan seorang penghobi ilmu astronomi, tapi dengan logika sederhana aja sepertinya sulit membayangkan Mars yang jaraknya begitu jauh dan dengan mata telanjang tak terlihat sama sekali bisa tiba-tiba terlihat sebesar bulan. Ah, tidak mungkin. Dengan perubahan sebesar itu pasti kejadian luar biasa, dan saya yakin pasti diikuti perubahan besar juga pada sistem tata surya kita. Ini asumsi saya secara awam.

sumber: NASA
Untuk meyakinkan diri, sambil iseng, mungkin lebih baik googling aja informasi yang lebih lengkap n ilmiah. Nah saya dapat satu situs yang memberi informasi cukup, isinya:

MARS tidak akan pernah terlihat sebesar bulan dan tidak akan ada dua buah bulan tanggal 27 Agustus.

Mars pada tanggal 27 Agustus yang disebut akan terlihat seperti purnama pada jam 00.30 itu baru terbit setelah lewat tengah malam. Jadi pada jam yang disebutkan di dalam isu itu Mars maish berada di horison dan belum bisa diamati. Sepanjang bulan Agustus Mars akan terlihat setelah tengah malam. Nah, Fenomena tanggal 27 Agustus dalam hoax tersebut mengacu pada kejadian oposisi Mars yg terjadi 4 tahun lalu (2003).

Tahun 2003, tepatnya tanggal 27 Agustus, Mars berada pada jarak terdekatnya yakni 55.758.006 km, dan oposisi terjadi tgl 28 Agustus. Saat itu Mars memang berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi dan diameter sudut Mars saat itu hanya 25 detik busur. Bandingkan dengan Bulan yang diameter sudutnya 31 menit busur ( 1 detik busur = 60 detik busur). Jarak Bumi - Bulan 384 403 km. Pada kondisi jarak terdekatnya saja, Mars berada 144 kali lebih jauh dari Bulan dan tidak akan pernah terlihat sebesar Bulan, apalagi jika ia makin menjauh dari Bumi.

Pada tahun 2005, Mars kembali mendekat dengan bumi pada jarak 69 juta km pada tanggal 30 Oktober dengan diameter sudut sebesar 20 detik busur dan mengalami oposisi tanggal 7 November 2005.

Nah di tahun 2007, oposisi Mars akan kembali terjadi tanggal 18 Desember pada jarak sekitar 88,42 juta km dengan diameter 16 detik busur. Jarak Mars saat oposisi tahun 2007 masih lebih jauh dibanding tahun 2003 dan diameter sudutnya juga lebih kecil. Dengan demikian Mars jika dilihat dengan mata telanjang maupun teleskop tidak akan pernah terlihat sebagai obyek yang besar seperti Bulan melainkan hanyalah noktah merah indah yang akan menghiasi langit Agustus setelah lewat tengah malam.

Moment menjelang oposisi juga dipakai NASA untuk meluncurkan the Pheonix Mars Lander di bulan Agustus ini, agar jarak yang ditempuh sang penjejak ke Mars akan lebih pendek.

sumber: Langit Selatan


Tapi kalau pun Mars bisa kita lihat dengan mata telanjang dan tidak terjadi apa2 dengan dunia ini...Alangkah indahnya ya? Seseorang di Jogja mungkin akan menyaksikannya dari sela-sela hutan pinus...:)

Saturday, August 18, 2007

Melody hari ini


Aku punya hobi baru skr, memetik senar gitar. Masih pemula memang, tapi untuk menghibur diri sendiri lumayan tidak memalukan lah...Hitung2 sambil ngisi waktu kalau sudah jenuh mengerjakan tugas proyek ini. Selain itu ada angan juga sih, siapa tau nih ya, kalau nanti jadi manajer atau ketua RT terus diminta menyumbangkan sedikit lagu ada yang bisa ditunjukkan huahaha...Bukankah klo 17an sering tuh para tetua diminta tampil...Daripada cuma bisa nyanyi dangdutan, khan lebih asyik sambil main gitar juga...:) Ya nggak?

Nah hari ini, lagu yang menduduki 1st toplist tangga lagu PT MKS adalah "Dona, Dona" new version dari Joan Baez. Lumayan gampang dimainkan pake gitar, nggak butuh lama, apalagi bisa googling chordnya. Tambah lagi tadi mlm sempet liat di Film Gie, ini lagu jadi ost-nya, n didendangkan oleh si cantik Sitha-RSD.

Nggak cuma melody-nya aku suka, liriknya juga co-ol (meminjam ejaan seseorang di Jogja). Temanya cocok dengan 17-an, soal freedom, kebebasan. Sudahkah kita merasa bebas hari ini kawan? Banyak orang, terutama di kota besar, ngerasa kurang bebas, "wahh gw nggak punya waktu nih, kerja mulu", "Aduh sorry, gw nggak enak ama keluarga gw, ama pacar gw, ama bos gw"...Wah coba deh tanya lagi ke dada loe (secara, kita sering menunjukkan tempat hati nurani di dada), rela nggak loe hidup kayak gitu.
Atau aku kasih penggalan liriknya ya? Biar kita bisa sama2 menengok "ke dalam" kata Mas Ebiet.
...............
"Stop complaining," said the farmer,
"Who told you a calf to be,
Why don't you have wings to fly with,
Like the swallow so proud and free?"

Calves are easily bound and slaughtered,
Never knowing the reason why,
But whoever treasures freedom,
Like the swallow has learned to fly.
................

Ah, ternyata si Baez ini pingin bercerita ke kita. Contohlah si walet, eh dia bangga ama dirinya sendiri n terbang bebas. Nah kamu (si anak sapi), bisanya komplain doank. Kenapa nggak coba bikin sayap sendiri and terbang? Tau nggak sih kalau semua diciptakan untuk bebas. Tapi tunggu dulu. Si walet nggak serta merta terbang gitu aja, dia mesti belajar dulu khan untuk terbang. Ada usaha bung.

Hmmm...Hubungannya dengan kita. Kayaknya yang bisa aku ambil pelajaran itu si pak tani pingin kasih tau ke kita. Bahwa kebebasan itu datang dari pikiran kita. Klo pingin bebas ya berpikirlah bebas. Anggap diri sendiri orang yang mandiri, independen, bisa menentukan jalan hidup sendiri. Nggak tergantung orang lain dengan berlebihan. Nggak menyerah dengan keadaan kayak si sapi kecil itu, yang nerima apa adanya kelak jadi sapi potong. Dan pesan pak tani, belajar dulu donk kayak si walet.

Contoh ya, klo kita ngerjain sesuatu dengan terpaksa apa kita merasa bebas??? Gw jamin nggak, sesimple apapun kerjaan itu. Beda kalau kita ngerjain sesuatu itu dengan senang, mau waktu habis di kantor tiga hari tiga malam juga tetep aja kita jadi orang yang bebas. Nggak terbebani. Tanya aja ama orang2 IT, bosen nggak dia di kantor nongkrongin komputer trus. Jadi soal kekebasan atau freedom itu tinggal pikiran kita aja....

Wah kayaknya aku banyak ngecap nih. Kebanyakan minum kopi mungkin.....Ya itu, sekelumit melody yang aku dapet hari ini...