
Semenjak dibukanya tol Cipularang, praktis jalur Bogor ke arah Bandung dari Jakarta sepi pada hari-hari biasa, kecuali hari libur. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib para penduduk yang sebelumnya mengantungkan pendapatannnya dari ramainya jalur tersebut di waktu dulu. Warung-warung makan yang dulu ramai oleh kendaraan yang bersitirahat kini sepi. Penjaja makanan tampak lesu. Mungkin ribuan orang merosot penghidupannya dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, yang makin tampak ramai adalah para penjaja "tubuh" yang berdiri dipinggir jalan menunggu calon pelanggan, padahal jumlah mereka mungkin lebih banyak dari jumlah orang yang melintas. Jalur Puncak, kini lebih seperti jalur prostitusi. Apakah ini juga akibat langsung dari hancurnya perekonomian di jalur tersebut.
Ketika melintas mulai dari Parung, kemudian Puncak, sampai Cipanas, puluhan kali perempuan-perempuan muda melambai-lambai tangan. Apakah mereka minta tumpangan? Saya pikir kita semua paham bukan? Aneh mungkin, tengah malam ada banyak perempuan berdiri di pinggir jalan dengan dandanan lengkap begitu mirip orang mau kondangan, apalagi jika dilihat sepintas mereka masih berumur belasan tahun.
Di Puncak, jangan kaget, kalau kita beristirahat sambil minum air hangat atau jagung bakar di sebuah warung kemudian ditawari "cewek". "Short time murah mas", "apalagi kalau hari biasa, dibanding hari libur murah banget". "Bisa lah di bawah 100rb". Hmmm...Kalau kita berombongan saya bayangkan tidak hanya satu orang yang akan menawari, mungkin bakal banyak mucikari berebut, sehingga anda semua yang hobi "jajan" bisa dapat "barang" eceran super murah mirip acara "great sale" di Mal-Mal.
Tapi satu hal, apakah dalam beberapa tahun ini, dalam hari-hari libur dimana banyak orang kaya Jakarta, Pejabat tinggi dari Menteri hingga Politisi wakil rakyat, bahkan Pemimpin daerahnya sendiri yang berlibur ke Villa-Villa-nya yang mewah, apakah mereka tidak menyaksikan hal serupa? Kalau mereka tahu, lalu dimana kepeduliannya? Bukankah ini tanggung jawab mereka sebagai orang yang digaji untuk menangani masalah masyarakat. Tidak kah mereka berpikir bahwa perempuan-perempuan belia itu "anak bangsa", anak mereka juga.
Saya kira, puluhan orang yang berdiri dipinggir jalan itu pada umumnya punya masalah satu, ketiadaan ekonomi. Sedihnya, orang-orang yang dibayar oleh negara dengan uang yang kita bayarkan melalui pajak tak berbuat banyak, melakukan pembiaran, tak peduli dengan keadaan yang terpampang di depan mata mereka. Berangkat haji mungkin lebih dari dua kali, tapi berangkat bertugas demi tanggung jawabnya hanya dan hanya jika "ada uangnya".
Jakarta -Bandung via Puncak, perjalanan yang menyenangkan tapi berat....