Monday, February 11, 2008

Si Bulang: Bujang Petualang (Gunung Manglayang)_1

"Gw mau muncak nih, ikut yuk?". Waktu itu hari sabtu jam 3 sore.
"Oya? gunung apa? kapan berangkat?"
"Gunung Manglayang. Bentar lagi juga gw mau berangkat, jam 5-an gitu".
"Manglayang? baru denger gw. Dimana sih?"
"Itu tuh, gunung kecil yang keliatan dari belakang Kampus Unpad Jatinangor".
"Ya udah deh, gw ikut, tapi gw packing dulu bentar. Si Uan, loe ikut juga ya, huehehe supaya nambah koleksi foto friendster loe tuh".
"Ok deh, daripada bengong liburan gini".

Dan begitulah, akhirnya berangkat tiga orang bujang dari kota kembang menuju Jatinangor, bergabung dengan dua orang bujang lain yang sudah menunggu disana. Titik pertemuan kami adalah di kawasan kos-kosan padat di Jatinangor yang mengingatkan akan suasana yang sama di Jogja beberapa tahun yang lalu.

"Udah pernah ke Manglayang sebelumnya?"
"Belum".
"Berapa jam pendakian ke puncak kira-kira?"
"Nggak tau ya?"
"Lho...Nggak tanya ke temen atau orang yang udah pernah?"
"Nggak, tenang aja pasti ada petunjuk jalan yang di pasang kan disana".
"Jadi kita berlima masih buta ya". Dalam hati ada perasaan kurang enak.


Kami berlima berangkat menuju lokasi awal pendakian sekitar jam 8 malam, melewati kawasan bumi perkemahan Kiara Payung yang luas. Dari Buper, kemudian dilanjutkan menuju titik awal pendakian. Dalam perjalanan kami melewati tegalan-tegalan dan kali kecil serta kebun-kebun milik penduduk yang sebagian besar ditanami jagung, padi gogo, kol, sawi, dan tanaman hortikultur lainnya.

Tempat yang kami tuju ternyata sebuah warung kecil, yang sepertinya menjadi tempat terakhir bagi para pendaki yang ingin muncak. Disini para pendaki bisa menyiapkan air minum serta perbekalan yang lain. Warung tersebut dihuni oleh sebuah keluarga, yang kalau tidak salah dengar namanya Mang Syaukani. Si Mamang memberi petunjuk bahwa untuk menuju puncak kira-kira butuh waktu sekitar satu jam. Cukup cepat. Tapi Si Mamang memperingatkan bahwa jalurnya terjal dan licin.
Angin malam itu sangat kencang dan dingin, langit juga sepertinya kurang bersahabat, penuh awan tanpa titik cahaya satu pun. Kami memutuskan beristirahat sebentar, memesan kopi panas untuk menghangatkan badan. Waktu itu pukul 10 malam, dan ada kekhawatiran kalau terlalu cepat sampai di puncak kami akan menggigil kedinginan. Dari pengalaman, kalau tidak membawa perlengkapan yang memadai seperti tenda dome atau alat penghangat yang lain, jangan coba-coba terlalu lama nongkrong di puncak, hanya akan menyiksa diri karena dinginnya yang luar biasa, atau lebih parah lagi terserang badai. Lebih baik menyiapkan diri di tengah perjalanan, memasang tenda dan tidur, sambil menunggu waktu yang tepat menuju puncak dengan perhitungan waktu yang baik.

Tetapi tampaknya malam itu ada seorang rekan yang sudah tidak sabar ingin segera muncak, meski tidak membawa dome kita bisa sembunyi di balik sleepingbag, pungkasnya. Teman-teman yang lain rupanya tidak mengiyaan atau menolak, maka dimulailah perjalan kami dari titik awal pendakian tersebut.

"Gunung Manglayang (+1600 mdpl), disamping keindahan alamnya, di kawasan ini terdapat wisata alam Batu Kuda serta misteri yang berkembang di masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Manglayang. Misteri wanita cantik yang menjelma menjadi seekor ular yang muncul di tengah Hutan Manglayang. Semua ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Wisata Alam Gunung Manglayang. Gunung Manglayang yang menjulang tinggi terletak diantara perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Mungkin karena ketinggian dari gunung yang tidak terlalu tinggi, Gunung Manglayang terlupakan, padahal di balik itu Gunung Manglayang menyuguhkan pesona alam yang tidak kalah menariknya dengan gunung-gunung yang ada di Jawa Barat." sumber: Pikiran Rakyat


No comments: