
Film tersebut dibintangi oleh Ira Wibowo yang menceritakan dua orang wanita, Mega (Ira) dan Intan (Rini S. Bono), yang sedang mengikuti rally mobil. Memang di tahun 1980 dan 1990-an, provinsi Lampung merupakan tempat favorit rally mobil, banyak event2 rally diselenggarakan di sana menyusul banyaknya perkebunan kelapa sawit dan karet maupun tebu yang memiliki jalan2 tracking tanah. Di awal cerita, mobil kedua wanita tersebut di hadang oleh kawanan gajah liar yang sedang melintas. Dan kebetulan di daerah tersebut sedang marak perburuan gajah untuk diambil gadingnya. Mereka akhirnya ditolong oleh Jaro seorang pelatih gajah di TN Way Kambas. Film ini memang tidak lain ingin mempopulerkan kawasan sekolah gajah tersebut kepada masyarakat Indonesia, terutama dalam rangka meningkatkan kunjungan wisata ke daerah tersebut. Kawasan wisata dan pelatihan gajah ini mengalami kejayaannya pada medio 1990-an. Dan dulu seingat saya, logo Visit Indonesia Year 1991 kalau tidak salah menggunakan gambar gajah.
Lalu apa khabar Way Kambas sekarang?
Akhir bulan Maret 2007 yang lalu, saya dan dua orang rekan berkesempatan berkunjung ke TN Way Kambas. Namun tujuan utama kunjungan kami sebenarnya bukanlah tempat pelatihan gajahnya, melainkan kawasan hutan konservasi way kanan yang juga masuk ke dalam kawasan TN Way Kambas. Hanya bedanya, jika tempat pelatihan gajah dapat dikunjung oleh masyarakat umum setiap waktu, hutan konservasi way kanan hanya bisa dikunjungi oleh orang-orang yang telah memiliki ijin khusus dari Kepala TN Way Kambas.
Dalam tulisan kali ini saya mungkin hanya akan menceritakan bagaimana kondisi Way Kanan dan Way Kambas melalui gambar-gambar hasil jepretan seorang rekan perjalanan saya.

Buat yang suka petualangan alam liar, atau yang ingin mencoba cara berwisata yang baru, way kanan bisa menjadi salah satu alternatif. Ketika kami berkunjung kesana kebetulan ada seorang investor asal Australia yang telah bekerjasama dengan pihak setempat untuk menjadikan way kanan sebagai obyek wisata alam liar. Kalau ingin penginapan yang sedikit nyaman, tidak jauh dari plang ijo ada sebuah homestay bernama "kalpataru" yang bertarif 100rb-ab rupiah per malam, bisa untuk berkelompok 4 orang.
Jika kita melanjutkan perjalanan dengan berkendara motor dari plang ijo, kita akan menyusuri jalan kecil selebar mobil, berpasir putih padat dan batu dengan sisi kanan kiri berupa hutan hujan tropis (bekas hutan produksi). Selama menyusuri jalan tersebut kami menemui beberapa satwa liar yang melintas, seperti ayam hutan, dan burung-burung. Beberapa plang peringatan dibuat karena seringnya satwa liar yang melintas. Jika kita beruntung, kita bisa berpapasan dengan babi hutan, gajah liar, badak liar, beruang madu, tapir, kera ekor panjang, atau bahkan harimau sumatera (kalau ini kita mesti naik kendaraan mobil paling tidak). Sayang sekali dalam perjalanan tersebut kami hanya berpapasan dengan beberapa jejak dan sisa kotoran gajah .

Sekitar setengah jam kemudian, terdapat pertigaan, ke kanan merupakan wilayah Sumatran Rhino Sunctuary (SRS) atau pusat suaka badak sumatra. Disana terdapat beberapa badak yang berusaha dikembangbiakkan mengingat semakin terancamnya badak sumatra dari kepunahan. Kami menyempatkan diri berkunjung ke srs namun sayang sekali tidak berkesempatan menyaksikan badak secara langsung karena beberapa badak masih dalam proses karantina, terutama badak "andalas" yang baru saja datang dari cincinnatti, AS. Andalas saat ini menjadi ikon dan selebritis di SRS. Badak yang baru saja puber tersebut diharapkan bisa menjadi pejantan tangguh menggantikan seniornya yang gagal menghasilkan keturunan. Secara keseluruhan kompleks suaka tersebut sangat lengkap, dengan peneliti hingga dokter hewan serta pekerja dan peralatan modern, bahkan terhubung dengan internet melalui jaringan satelit.

Setengah jam berikutnya sampailah kita di kompleks resor way kanan, berupa pondokan-pondokan dan pos polisi hutan. kompleks resor ini tepat berada di samping sebuah sungai.





Namun, ada laternatif lain jika memang kita ingin berjalan santai direrimbunan hutan, tidak jauh dari kompleks terdapat jungle track, berupa jalan setapak yang telah di pasangi blok-blok semen untuk mempermudah pejalan kaki. Dengan ditemani seorang jagawana bersenjata lengkap kita bisa menemui beberapa flora dan fauna liar dan langka selama menyusuri jalan tersebut. Jungle track ini jarak tempuhnya hanya sekitar 1 jam, dan memutar kembali ke kompleks resor. Sempat di perjalanan kami berpapasan dengan babi hutan yang mungkin sedang berkubang. Cukup membuat sedikit ngeri, tetapi jangan kuatir karena ada bapak jagawana yang siap sedia menjaga kita.



Ayo jalan-jalan ke Lampung!