Thursday, September 13, 2007

My Life, My Adventure: Merbabu 2 (Habis)

Setelah cukup kenyang dan puas mengobrol macam-macam seputar Merbabu kami berdua kembali ke Base Camp Pak Narto tempat menitipkan tas sebelumnya. Kami disambut oleh seorang bapak-bapak yang menggendong anaknya. Ternyata Pak Narto yang dimaksud sudah tidak tinggal di rumah tersebut, yang ada kini adalah anak-anaknya. Pak Narto sendiri telah menetap di Kampar Riau, menyusul adiknya yang tampaknya telah sukses sebagai perantau disana. Aha, dunia memang selebar daun melinjo, Kampar khan tanah kelahiranku, dan jarak tempat Pak Narto ke kampung halamanku hanya bersebelahan kecamatan. Sungguh kebetulan.


Selanjutnya tepat pukul 5 sore kami bersiap mendaki. Rekan seperjalananku menitipkan laptop-nya di tempat Pak Narto (ciri masyarakat modern yang aneh, kemana-mana menenteng laptop yang gak penting untuk sebuah liburan).


Pelajaran 3: jangan membawa barang-barang yang tidak perlu dan membebankan

Di depan telah ada beberapa pendaki yang mulai berkumpul dan ada yang malah memasang dome karena baru berencana mulai mendaki malam nanti. Dan pendakian pun kami mulai.


Gunung Merbabu terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali-Jawa Tengah. Gunung Merbabu berasal dari kata “meru” yang berarti gunung dan “babu” yang berarti wanita. Jadi Merbabu mempunyai arti Gunung Wanita.

Gunung Merbabu mempunyai ketinggian 3142 meter diatas permukaan laut(mdpl) serta terdapat tiga buah puncak yakni puncak Antena atau Pasar Bubrah (2800m dpl), puncak Syarif(3119m dpl) dan puncak Kenteng Songo(3142m dpl). Merbabu memang mempunyai tantangan untuk didaki. Medan Gunung Merbabu terbuka dan berbukit-bukit.


Gunung Merbabu termasuk gunung yang tidak aktif karena t
ergolong gunungapi tua di pulau Jawa ini mempunyai lima buah kawah, yaitu: kawah Condrodimuko, kawah Kombang, kawah Kendang, kawah Rebab, dan kawah Sambernyowo.


Masyarakat disekitar Gunung Merbabu kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani. Itu dapat dilihat karena hutan Gunung Merbabu menjadi ladang pertanian. Selain menjadi petani penduduk sekitar ada yang menjadi porter atau pemandu sebagai kerjaan sampingan karena hasil yang diperoleh lebih menguntungkan.

Sebenarnya bila kita ingin melakukan pendakian menuju ke puncak Gunung Merbabu terdapat tiga pilihan jalur, yaitu: jalur Kopeng, jalur Selo, dan jalur Wekas. Jalur Selo juga merupakan jalur pendakian menuju puncak Gunung Merapi. Biasanya banyak pendaki memulai pendakiannya dari jalur Kopeng dan turun melalui jalur Selo atau sebaliknya. Pendakian kali ini kami berdua memilih jalur Selo karena salah satu dari kami sebelumnya pernah melalui jalur Wekas.

Mulai Base Camp Pak Narto kita akan melalui setapak hutan pinus. Kemudian memasuki hutan sekunder. Pada dasarnya akan memutari sebuah gunung kecil yang berada di sebelah kanan dan lembah disebelah kiri kita. Jalurnya sendiri cukup jelas dan tidak terlalu curam hanya saja karena ini merupakan jalur lama sehingga mulai menjadi jalur air dan sedikit licin. Total waktu pendakian melalui jalur Selo ke puncak Kenteng Songo memakan waktu 6-7 jam dan turunnya 5 jam.

Setelah kira-kira 1 jam kami mulai memasuki tempat yang terbuka, Pos 1 telah terlewati. Akhirnya kami sampai di Pos 2 sekitar pukul 7 malam. Tidak ada tanda di Pos 2 ini, hanya berupa pelataran berbentuk bukit. Di tempat ini kami menemukan pendaki lain yang rupanya sedang beristirahat di bawah tenda bivak, mereka sangat lelap, dengkurannya terdengar keras. Kami memutuskan untuk bersitirahat dan membuka dome ditempat ini, mengambil posisi yang cantik tepat menghadap kearah kota Boyolali dan Solo, semua terlihat jelas, lampu-lampu kota. Langit pun rupanya menyambut kami dengan suka cita.

Seperti biasa, ngecamp begini paling asyik jika ngobrol sambil cengar cengir dan menikmati kopi, kacang dan camilan yang sudah siap. Setelah puas ngobrol kami bersiap untuk tidur dan berencana bangun jam 11 malam untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Hampir kami larut dalam mimipi tiba-tiba serombongan pedaki datang, ramai sekali. Tapi mereka hanya istirahat sebentar dan sayup-sayup suaranya hilang ditelan angin gunung. Dingin menusuk sekujur tubuh, kami pulas tertidur. Tepat pukul 11 malam kami terbangun, dan segera membereskan dome dan peralatan.

Tiga orang pendaki dari Solo ikut bergabung dengan kami. Dari Pos 2 ini jalur menjadi terjal dan licin. Selepas jalan setapak kami tiba sebuah dataran luas yang disebut Watu Tulis, karena di sini ada sebuah batu berukuran sangat besar. Kalau siang hari pemandangan di sini sangat indah. Memang di hadapan saya saat ini ada beberapa bukit membentang. Tapi disini sangat dingin, mungkin karena angin gunung turun perlahan dan berkumpul di lembah ini.


Minggu, 9 September 2007

Dari Watu Tulis, kami harus melewati dua bukit lagi, dan tinggi-tinggi..hehehe…kami mulai lelah. Ada plus minusnya juga berjalan malam. Kami hanya dipandu oleh sorot senter. Jalurnya tidak begitu terlihat, harus ekstra hati–hati. Tapi enaknya pandangan kita terbatas, tidak bisa melihat jauh sehingga pandangan hanya fokus ke jalur. Tidak mikir macam–macam. Beda dengan siang hari, tanjakan jauh di depan sudah kelihatan, tanjakan di depan mata masih panjang.


Sekitar jam 3 pagi kami semua akhirnya tiba di sebuah lapangan rumput kecil yang disebut Savana 1. Konon Edelweis Merbabu harumnya paling wangi. Di sini rekanku mulai kehilangan semangat untuk mencapai puncak. Tapi aku hasut terus, kapan lagi coba? Jarang ada kesempatan begini.


Akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Dua bukit terlewati dan kami tiba di Savana 2. Banyak Edelweiss di sini. Pilihan lain untuk nge-camp, tempatnya lumayan lapang dan tertutup. Tidak jauh berjalan dari tempat ini kembali semangat rekanku diuji. Dia memutuskan tetap di persimpangan bukit karena terlalu lelah. Dan memilih menjaga carrier-carrier kami. Aku dipersilahkan melanjutkan mencapai puncak yang sudah terlihat jelas.


Waktu itu jam 5 pagi. Ya sunrise !..Dari atas bukit Savana 2 fajar terlihat cantik luar biasa. Apalagi Mars sang bintang fajar dan Bulan masih tampak terlihat jelas di kaki langit selatan. Subhanallah memang bagus banget, Golden time buat motret.


Puncak memang sudah dekat, satu bukit lagi kawan…ayolah, kalau aku sampai di puncak nanti aku teriaki ya? “Ok deh, kamu bawa sekalian kameraku, takut aku nggak bisa sampe lagi”. Alhamdullilah jam 6 pagi saya tiba di puncak Gunung Merbabu. Dengan dua kamera saya abadikan semua momen yang bisa saya tangkap. Dan ketika menengok kearah bawah jalur pendakian puncak, tiba-tiba saya melihat rekan saya sudah tergopoh-gopoh, aha! Sudah dekat kawan, tinggal selangkah lagi! Ayo! Dan akhirnya dia berhasil…Kami tertawa girang…


Pelajaran 4: jangan mudah menyerah!


Total waktu pendakian melalui jalur Selo ini ke puncak Kenteng Songo memakan waktu 6-7 jam. Cuaca cerah, Merbabu secara keseluruhan sangat cantik.

Jam 9 pagi memutuskan kembali turun. Dan jam 2 siang kami sudah tiba di Base Camp. Disambut nasi telor ceplok dan teh panas, wahhh lezatnya tiada tara……..Perjalanan dilanjutkan lagi dengan bus, kembali ke Jogja. Perjalanan yang melelahkan tapi juga menyenangkan.


Alhamdulillah, terimakasih untuk semuanya Tuhan. Sampai berjumpa lagi di perjalanan berikutnya.


NB: album pendakian Merbabu bisa diklik disini


4 comments:

Anonymous said...

satu pelajaran penting yang sangat membekas di perjalanan ini...

kekuatan tersembunyi untuk memaksa diri hingga menembus batas kemampuan...

terima kasih untuk suntikan semangatnya bro...! sehingga aku tahu, kekuatan diriku tak terbatas..!!!

RonggoLawe said...

setelah bulan desember, klo mau berpetualang lagi kayaknya nambah personil ya?:p

bulb-mode said...

"sehingga aku tahu, kekuatan diriku tak terbatas..!!!" --> kekuatanmu bakal terasa terbatas kalau aku ikut dan membebani kalian dengan segenap barang bawaanku...
Huehehe!

Anonymous said...

setelah desember tidak ada tambahan personil. kemaren dah dibahas nih. hobiku yang satu ini gak bisa diganggu dengan hal2 yang melankolis ^^