Wednesday, August 1, 2007

Ipin si Anak Desa Pasir Pangaraian


Di tengah kesibukan jakarta, mendengarkan lagu Ebiet G Ade, tiba-tiba aku jadi ingat tanah kelahiranku, nama desanya Pasir Pangaraian. Terletak di Kabupaten Kampar, Riau. Disana, masa kecil aku habiskan kira-kira sampai umur 7 tahun. Rumahku hanya terbuat dari papan, dengan halaman yang luas, berpagar buah nanas, 4 pohon jeruk, 2 pohon rambutan besar. Kemudian pekarangan belakang juga luas, ditumbuhi oleh beberapa pohon kelapa hibrida.

Orang tuaku waktu itu cukup pintar, demi mencukupi kebutuhan sehari-hari kami memiliki 2 kolam ikan, ditambah kandang ayam dan kandang burung puyuh, plus kebun sayuran. Seingatku pernah kami memiliki beberapa ekor sapi, nama sapi yang masih bisa aku ingat yaitu "temon". Tidak hanya itu bapak juga memiliki beberapa petak sawah tepat di belakang rumah dekat kolam ikan, dan ladang yang terletak lumayan jauh di pinggir desa. Dengan kondisi ini praktis segala sesuatu untuk makan bisa dipenuhi dari milik sendiri tanpa perlu beli ke pasar.

Aku jadi membayangkan, alangkah bahagianya kami waktu itu. Semuanya sudah ada, hidup santai, tidak ada tuntutan macam-macam. Sebagai anak desa, aku sangat bersyukur pernah mengalami hidup yang mungkin banyak orang kota belum pernah rasakan sekali pun. Aku pernah memancing ikan dan belut bahkan aku pernah memperoleh ular (saking takutnya aku minta teman-teman yang menarik kailnya, barangsiapa bisa boleh ambil pancingku jadi miliknya), mandi di kotornya air sawah, berburu burung puyuh baik dengan ketapel (plinteng) atau pun perangkap (jeratan).


Karena letak ladang kami yang jauh dari rumah dan berbatasan dengan hutan, sering setelah berladang kami mampir ke sungai dan mandi disana. Dan jangan salah, waktu itu seingatku kami mandi ditemani buaya-buaya yang memantau dari jarak kira2 100 meter...serem khan. Hutan dipinggir ladang pun begitu, masih banyak binatang liar seperi gajah dan harimau serta babi hutan (celeng). Suatu kali pernah ladang jagung kami rusak karena ulah babi hutan dkk.

Ada juga kejadian ketika malam-malam seluruh desa gempar, karena ada salah satu rumah yang pintunya dipenuhi oleh cakaran harimau sumatera.....hehehe...menakjubkan! Kalau ada babi hutan yang nyasar ke dalam desa, rame-rame kami buru, wah bisa sangat gaduh. Babi hutan hasil tangkapan nantinya diberikan kepada tetangga kami yang beragama non-muslim. Itu bentuk harmoni disana, sangat kekeluargaan dan saling menjaga.

Aku dan teman-teman sebayaku bersekolah di TK yang jauhnya sekitar setengah jam perjalanan kaki. Panggilanku Ipin. Cukup disegani aku lho hahahaha....soalnya jika ada teman-teman yang bermasalah mereka selalu mengadu ke aku....wak genk kaleee...hehehehe.....Ingat sekali waktu itu, pernah ibu jariku digigit si Didin tetanggaku ketika aku membela si Gadut yang ia ganggu. Akibatnya kami bekelahi hebat, dan baru selesai setelah ibu kami berdua datang dan ngomel-ngomel...hihihihi...Tapi uniknya kemudian aku dan Didin jadi berteman akrab. Dan memang lucu, Didin yang suku sunda tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehingga kami berbicara dengan bahasa kami masing-masing, dan tetap mengerti. Dari sana aku awalnya tau beberapa kosakata sunda.


Tapi memang semua harus berubah. Kami harus meninggalkan desa yang permai itu....O aku rindu desaku.....

Cita-Cita Kecil Si Anak Desa
Lagu dan Lirik oleh Ebiet G. Ade

Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil
Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku
Luas kebunku sehalaman kan kutanami buah dan sayuran
Dan di kandang belakang rumah kupelihara bermacam-macam peliharaan
Aku pasti akan hidup tenang
Jauh dari bising kota yang kering dan kejam
Aku akan turun berkebun mengerjakan sawah ladangku sendiri
Dan menuai padi yang kuning bernas dengan istri dan anakku
Memang cita-citaku sederhana sebab aku terlahir dari desa

Istriku harus cantik, lincah dan gesit
Tapi ia juga harus cerdik dan pintar
Siapa tahu nanti aku kan terpilih jadi kepala desa
Kan kubangkitkan semangat rakyatku dan kubangun desaku

Desaku pun pasti mengharap aku pulang
Akupun rindu membasahi bumi dengan keringatku
Tapi semua itu hanyalah tergantung padaNya jua
Tapi aku merasa bangga
Setidak-tidaknya aku punya cita-cita

4 comments:

Anonymous said...

Waduh, sapinya namanya si Temon. He.. 3x.

Oya, saya dulu juga pernah dibesarkan di pasir pangaraian.Kalo gak salah ada sungai yang membelah dua desa ya?? Saya agak lupa nih. Saya di sana hanya sampai TK. Trus pindah ke sidoarjo.

Btw, salam kenal. :)

sahirman said...

bro.sekarang pasir pangaraian udah maju bro,,,,,,,,,,salam kenal sahirman

sahirman said...

bro.sekarang pasir pangaraian udah maju bro,jalan2 lah ke pasir pangaraian bro,salam kenal sahirman

Anonymous said...

pasir pangarayan,,,makasih udah memberikan pengetahuan yang hebat,,, biarpuan cm 1 tahun bisa sekolah disitu,,

lestarikan ke indahan alam yg masih butuh perhatian,,,